Seluruh pembesar Majapahit tegang. Mereka
menantikan komando Sang Prabhu. Waktu
berjalan cepat. Sang Prabhu masih belum
mengeluarkan titah apapun. Pergerakan pasukan
sudah memasuki Madiun, sebentar lagi mencapai
wilayah Kadhiri, sudah teramat dekat dengan ibu
kota Negara. Pertempuran-pertempuran
penghadangan telah terjadi secara otomatis. Dan
semua telah masuk menjadi laporan bagi Sang
Prabhu.
Bahkan ada laporan yang menyatakan, beberapa
daerah yang terpengaruh Islam, malah ikut
bergabung dengan pasukan ini.
Adipati Kertosono ( wilayah Kediri sekarang )
mengirinkan utusan khusus kepada Sang Prabhu
untuk segera mengeluarkan perintah perang!
Sang Prabhu masih termangu-mangu. Dan
manakala terdengar Adipati Kertosono melakukan
perlawanan mati-matian tanpa menunggu
komando beliau, barulah Sang Prabhu tersadar!
Segera beliau memerintahkan seluruh pasukan
Majapahit untuk mempersiapkan sebuah perang
besar!
Para Panglima yang telah menanti-nantikan
perintah ini menyambut dengan suka cita! Inilah
yang mereka nanti-nantikan! Tanpa menunggu
waktu lama, seluruh kekuatan Majapahit segera
dipersiapkan.
Pasukan Majapahit telah siap sedia menyambut
kedatangan pasukan Demak Bintara. Dan sekali
lagi, mereka tinggal menunggu perintah untuk
MENYERANG!
Dan komando terakhir inipun tidak segera keluar.
Pasukan Majapahit resah. Para Panglima cemas.
Para kepala pasukan tempur digaris depan terus
mendesak kepada Para Panglima masing-masing
agar segera mengeluarkan perintah penyerangan!
Para Panglima juga mendesak Sang Senopati
Agung, meminta kepada Prabhu Brawijaya untuk
segera memberikan komando terakhir. Perlu
dicatat, salah satu panglima yang memperkuat
barisan Majapahit adalah Adipati Terung, adik tiri
Raden Patah.
Dalam hatinya bertanya-tanya, ada apakah
dengan kakak tirinya sehingga mengadakan
gerakan makar sedemikian rupa? Selama ini, dia
tidak melihat ada yang salah dengan
pemerintahan Prabhu Brawijaya. Tidak ada
diskriminasi dalam hal keagamaan. Dirinya yang
muslim-pun, bisa bebas menjalankan ibadah
agamanya. Bahkan, bisa dipercaya menjabat
sebagai seorang Adipati, yang notabene bukan
jabatan main-main.
Adipati Terung tidak bisa memahami pola pikir
kakak tirinya.
Dan perintah penyerangan tidak juga segera
turun. Seluruh pasukan yang sudah bersiap sedia
dibarak masing-masing, dilanda ketegangan yang
luar biasa!
Di Istana, Para Mantri resah. Melihat situasi ini,
Sabdo Palon dan Naya Genggong meminta Sang
Prabhu untuk segera mengeluarkan perintah.
Namun apa jawaban Sang Prabhu? Beliau masih
tidak yakin pasukan Demak akan tega menyerang
ibu kota Negara Majapahit. Sabdo Palon dan Naga
Genggong menandaskan, cara berfikir Raden
Patah dan para pasukan ini sudah lain. Sang
Prabhu tidak akan bisa memahaminya. Jalan
satu-satunya sekarang adalah, menghadapi
mereka secara frontal. Pada saat ini, tidak ada
cara lain.Dan manakala kabar terdengar pasukan Demak
telah merangsak maju dan memasuki pinggiran
ibu kota Majapahit, dan disana mereka
mengadakan perusakan hebat. Dengan sangat
terpaksa, Sang Prabhu mengeluarkan perintah
penyerangan! Tapi, perintah itu sebenarnya telah
terlambat!
Begitu keluar perintah penyerangan, ada hal yang
tidak terduga, pasukan Ponorogo dan beberapa
daerah yang lain membelot! Diketahui kemudian
ternyata mereka adalah pasukan dari daerah-
daerah yang sudah muslim.
Dan, peperangan pecah sudah!
Peperangan yang besar. Darah tertumpah lagi!
Senopati Demak dipimpin oleh Sunan Ngundung.
Dan dipihak Majapahit, Senopati dipegang oleh
Arya Lembu Pangarsa. Prajurid Majapahit
mengamuk dimedan laga. Para prajurid yang
sudah berpengalaman tempur ini dan disegani
diseluruh Nusantara, sekarang tidak main-main
lagi! Adipati Sengguruh, Raden Bondhan Kejawen
yang masih belia, Adipati Terung, Adipati Singosari
dan yang lain ikut mengamuk dimedan laga!
Sayang, banyak kesatuan-kesatuan Majapahit
yang berasal dari daerah muslim, membelot.
Namun, pada hari pertama, pasukan Demak
Bintara terpukul mundur!
Pada hari kedua, pasukan Demak terpukul lebih
telak. Senopati Demak, Sunan Ngundung tewas!
(Makamnya masih ada di Trowulan, Mojokerto
sampai sekarang.) Pasukan Demak mengundurkan
diri. Pasukan cadangan masuk dipimpin oleh
putra Sunan Ngundung, Sunan Kudus.
Pertempuran kembali pecah!
Namun bagaimanapun juga, pasukan Demak
harus mengakui kekuatan pasukan Majapahit.
Mereka terpukul mundur keluar dari ibu kota
Negara. Kehebatan pasukan Majapahit yang
terkenal itu, ternyata terbukti!
Pasukan Demak bertahan. Beberapa minggu
kemudian, datang pasukan dari Palembang
bergabung dengan pasukan Majapahit. Pasukan
Majapahit seolah mendapat suntikan darah segar.
Namun ternyata, bergabungnya pasukan
Palembang ini hanyalah bagian dari siasat dari
orang-orang Demak.
Pasukan Palembang, diam-diam memusnahkan
seluruh persediaan bahan makanan tentara
Majapahit. Lumbung-lumbung besar dibakar!
Semua persediaan bahan pangan ludes! ( Inilah
simbolisasi dari didatangkannya peti ajaib milik
Adipati Arya Damar dari Palembang yang apabila
dibuka, mampu mengeluarkan beribu-ribu tikus
dan memakan seluruh beras dan bahan pangan
tentara Majapahit. : Damar Shashangka
menantikan komando Sang Prabhu. Waktu
berjalan cepat. Sang Prabhu masih belum
mengeluarkan titah apapun. Pergerakan pasukan
sudah memasuki Madiun, sebentar lagi mencapai
wilayah Kadhiri, sudah teramat dekat dengan ibu
kota Negara. Pertempuran-pertempuran
penghadangan telah terjadi secara otomatis. Dan
semua telah masuk menjadi laporan bagi Sang
Prabhu.
Bahkan ada laporan yang menyatakan, beberapa
daerah yang terpengaruh Islam, malah ikut
bergabung dengan pasukan ini.
Adipati Kertosono ( wilayah Kediri sekarang )
mengirinkan utusan khusus kepada Sang Prabhu
untuk segera mengeluarkan perintah perang!
Sang Prabhu masih termangu-mangu. Dan
manakala terdengar Adipati Kertosono melakukan
perlawanan mati-matian tanpa menunggu
komando beliau, barulah Sang Prabhu tersadar!
Segera beliau memerintahkan seluruh pasukan
Majapahit untuk mempersiapkan sebuah perang
besar!
Para Panglima yang telah menanti-nantikan
perintah ini menyambut dengan suka cita! Inilah
yang mereka nanti-nantikan! Tanpa menunggu
waktu lama, seluruh kekuatan Majapahit segera
dipersiapkan.
Pasukan Majapahit telah siap sedia menyambut
kedatangan pasukan Demak Bintara. Dan sekali
lagi, mereka tinggal menunggu perintah untuk
MENYERANG!
Dan komando terakhir inipun tidak segera keluar.
Pasukan Majapahit resah. Para Panglima cemas.
Para kepala pasukan tempur digaris depan terus
mendesak kepada Para Panglima masing-masing
agar segera mengeluarkan perintah penyerangan!
Para Panglima juga mendesak Sang Senopati
Agung, meminta kepada Prabhu Brawijaya untuk
segera memberikan komando terakhir. Perlu
dicatat, salah satu panglima yang memperkuat
barisan Majapahit adalah Adipati Terung, adik tiri
Raden Patah.
Dalam hatinya bertanya-tanya, ada apakah
dengan kakak tirinya sehingga mengadakan
gerakan makar sedemikian rupa? Selama ini, dia
tidak melihat ada yang salah dengan
pemerintahan Prabhu Brawijaya. Tidak ada
diskriminasi dalam hal keagamaan. Dirinya yang
muslim-pun, bisa bebas menjalankan ibadah
agamanya. Bahkan, bisa dipercaya menjabat
sebagai seorang Adipati, yang notabene bukan
jabatan main-main.
Adipati Terung tidak bisa memahami pola pikir
kakak tirinya.
Dan perintah penyerangan tidak juga segera
turun. Seluruh pasukan yang sudah bersiap sedia
dibarak masing-masing, dilanda ketegangan yang
luar biasa!
Di Istana, Para Mantri resah. Melihat situasi ini,
Sabdo Palon dan Naya Genggong meminta Sang
Prabhu untuk segera mengeluarkan perintah.
Namun apa jawaban Sang Prabhu? Beliau masih
tidak yakin pasukan Demak akan tega menyerang
ibu kota Negara Majapahit. Sabdo Palon dan Naga
Genggong menandaskan, cara berfikir Raden
Patah dan para pasukan ini sudah lain. Sang
Prabhu tidak akan bisa memahaminya. Jalan
satu-satunya sekarang adalah, menghadapi
mereka secara frontal. Pada saat ini, tidak ada
cara lain.Dan manakala kabar terdengar pasukan Demak
telah merangsak maju dan memasuki pinggiran
ibu kota Majapahit, dan disana mereka
mengadakan perusakan hebat. Dengan sangat
terpaksa, Sang Prabhu mengeluarkan perintah
penyerangan! Tapi, perintah itu sebenarnya telah
terlambat!
Begitu keluar perintah penyerangan, ada hal yang
tidak terduga, pasukan Ponorogo dan beberapa
daerah yang lain membelot! Diketahui kemudian
ternyata mereka adalah pasukan dari daerah-
daerah yang sudah muslim.
Dan, peperangan pecah sudah!
Peperangan yang besar. Darah tertumpah lagi!
Senopati Demak dipimpin oleh Sunan Ngundung.
Dan dipihak Majapahit, Senopati dipegang oleh
Arya Lembu Pangarsa. Prajurid Majapahit
mengamuk dimedan laga. Para prajurid yang
sudah berpengalaman tempur ini dan disegani
diseluruh Nusantara, sekarang tidak main-main
lagi! Adipati Sengguruh, Raden Bondhan Kejawen
yang masih belia, Adipati Terung, Adipati Singosari
dan yang lain ikut mengamuk dimedan laga!
Sayang, banyak kesatuan-kesatuan Majapahit
yang berasal dari daerah muslim, membelot.
Namun, pada hari pertama, pasukan Demak
Bintara terpukul mundur!
Pada hari kedua, pasukan Demak terpukul lebih
telak. Senopati Demak, Sunan Ngundung tewas!
(Makamnya masih ada di Trowulan, Mojokerto
sampai sekarang.) Pasukan Demak mengundurkan
diri. Pasukan cadangan masuk dipimpin oleh
putra Sunan Ngundung, Sunan Kudus.
Pertempuran kembali pecah!
Namun bagaimanapun juga, pasukan Demak
harus mengakui kekuatan pasukan Majapahit.
Mereka terpukul mundur keluar dari ibu kota
Negara. Kehebatan pasukan Majapahit yang
terkenal itu, ternyata terbukti!
Pasukan Demak bertahan. Beberapa minggu
kemudian, datang pasukan dari Palembang
bergabung dengan pasukan Majapahit. Pasukan
Majapahit seolah mendapat suntikan darah segar.
Namun ternyata, bergabungnya pasukan
Palembang ini hanyalah bagian dari siasat dari
orang-orang Demak.
Pasukan Palembang, diam-diam memusnahkan
seluruh persediaan bahan makanan tentara
Majapahit. Lumbung-lumbung besar dibakar!
Semua persediaan bahan pangan ludes! ( Inilah
simbolisasi dari didatangkannya peti ajaib milik
Adipati Arya Damar dari Palembang yang apabila
dibuka, mampu mengeluarkan beribu-ribu tikus
dan memakan seluruh beras dan bahan pangan
tentara Majapahit. : Damar Shashangka