Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di
Jawa Tengah yang terletak di sebelah barat
kabupaten Kudus dan Jepara, kabupaten Rembang
disebelah timurnya, serta kabupaten Blora dan
Grobogan berada di sebelah selatannya. Selain itu,
disebelah utara juga berbatasan dengan Laut Jawa.
Dengan kondisi geografis yang sebagian besar
merupakan dataran rendah membuat kabupaten
pati kaya akan hasil taninya. Selain itu juga
terdapat rangkaian pegungungan kapur utara yang
membentang di bagian selatan perbatasan dengan
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
Kabupaten yang terkenal dengan produksi
kacangnya ini ternyata mempunyai sejarah yang
menarik. Sejarah Kabupaten Pati berpangkal
tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada
Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah
disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1971
yaitu Gambar yang berupa: “KERIS RAMBUT
PINUTUNG DAN KULUK KANIRAGA”. Menurut cerita
rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada
kitab Babat Pati dan kitab Babat lainnya dua
pusaka yaitu “KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN
KULUK KANIRAGA” merupakan lambang kekuasan
dan kekuatan yang juga merupakan simbul
kesatuan dan persatuan. Barangsiapa yang
memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu
menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau
Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut
adalah Raden Sukmayana penggede Majasemi
andalan Kadipaten Carangsoka.
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1292
Masehi di Pulau Jawa vakum penguasa
pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran
mulai runtuh, Kerajaan Singasari surut, sedang
Kerajaan Majapahit belum berdiri. Di Pantai utara
Pulau Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian
Timur muncul penguasa lokal yang mengangkat
dirinya sebagai adipati, wilayah kekuasaannya
disebut kadipaten.
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu yaitu. 1.
Penguasa Kadipaten Paranggaruda, Adipatinya
bernama Yudhapati, wilayah kekuasaannya
meliputi sungai Juwana ke selatan, sampai
pegunungan Gamping Utara berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Grobogan. Mempunyai putra
bernama Raden Jasari. 2. Penguasa Kadipaten
Carangsoka, Adipatinya bernama: Puspa
Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi utara
sungai Juwana sampai pantai Utara Jawa Tengah
bagian timur. Adipati Carangsoka mempunyai
seorang putri bernama Rara Rayungwulan.
Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai,
saling menghormati dan saling menghargai untuk
melestarikan kerukunan dan memperkuat tali
persaudaraan, Kedua adipati tersebut bersepakat
untuk mengawinkan putra dan putrinya itu. Utusan
Adipati Paranggaruda untuk meminang Rara
Rayungwulan telah diterima, namun calon
mempelai putri minta bebana agar pada saat
pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan
dengan pagelaran wayang dengan dalang kondang
yang bernama “Sapanyana”.
Untuk memenuhi bebana itu, Adipati Paranggaruda
menugaskan penggede kemaguhan bernama
YuyurumpungKadipaten Carangsoka dengan cara
menguasai dua pusaka milik Sukmayana di
Majasemi. Dengan bantuan uSondong Majerukn
kedua pusaka itu dapat dicurinya namun sebelum
dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung,
dapat direbut kembali oleh Sondong Makerti dari
Wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas dalam
perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan Pusaka
itu diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana.
Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan
memiliki dua pusaka itu gagal. agul-agul
Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya,
lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan
kewibawaan
Walaupun demikian Yuyurumpung tetap
melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang
Sapanyana agar perkawinan putra Adipati
Paranggaruda tidak mangalami kegagalan (berhasil
dengan baik).
Pada Malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi)
perkawinaan dapat diselenggarakan di Kadipaten
Carangsoka dengan Pagelaran Wayang Kulit oleh Ki
Dalang Sapanyana. Di luar dugaan pahargyan baru
saja dimulai, tiba-tiba mempelai putri
meninggalkan kursi pelaminan menuju ke
panggung dan seterusnya melarikan diri bersama
Dalang Sapanyana. Pahargyan perkawinan antara ”
Raden Jasari ” dan ” Rara Rayungwulan ” gagal
total.
Adipati Yudhapati merasa dipermalukan, emosi tak
dapat dikendalikan lagi. Sekaligus menyatakan
permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan
peperangan tidak dapat dielakkan. Raden
Sukmayana dari Kadipaten CarangsokaAdipati
Paranggaruda, Yudhapati dan putera lelakinya
gugur dalam palagan membela kehormatan dan
gengsinya. mempimpin prajurit Carangsoka,
mengalami luka parah dan kemudian wafat. Raden
Kembangjaya (adik kandung Raden Sukmayana)
meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh
Dalang Sapanyana, dan yang menggunakan kedua
pusaka itu dapat menghancurkan prajurit
Paranggaruda.
Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden
Kembangjaya dikawinkan dengan Rara
Rayungwulan kemudian diangkat menjadi
pengganti Carangsoka. Sedang dalang Sapanyana
diangkat menjadi patihnya dengan nama ”
Singasari“.
Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan
memajukan pemerintahan di wilayahnya Adipati
Raden Tambranegara memindahkan pusat
pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula
berada di desa Kemiri menuju ke arah barat yaitu,
di desa Kaborongan, dan mengganti nama
Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di
desa Sidateka, wilayah Kabupaten Majakerta yang
tersimpan di musium Trowulan. Prasasti itu
terdapat pada delapan Lempengan Baja, dan
bertuliskan huruf Jawa kuna. Pada lempengan yang
keempat antara lain berbunyi bahwa : ….. Raja
Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya
dengan ABHISEKA WIRALANDA GOPALA pada
tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya
yang setia dan berani bernama DYAH MALAYUDA
dengan gelar RAKAI, Pada saat pengumuman itu
bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri
dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian
Timur termasuk Raden Tambranegara berada di
dalamnya.
Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah
kekuasaan para Adipati itu dengan memberi status
sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para
Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan Upeti
berupa bunga.
Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir
dalam pisuwanan agung di Majapahit itu terdapat
juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh
K.M. Sosrosumarto dan S.Dibyasudira, diterbitkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh
Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi :
….. Tan alami pajajaran kendhih, keratonnya ing
tanah Jawa angalih Majapahite, ingkang jumeneng
ratu, Brawijaya ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik
wasta, putra Jaka Suruh, Kyai Ageng Pathi nama,
Raden Tambranegara sumewa maring Keraton
Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran
kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu pindah ke
Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah
Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik namanya, putranya
Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng Pati, yang
bernama Tambranegara menghadap ke
Majalengka, yaitu Majapahit.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden
Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam
pisowanan agung di Majapahit. Pisowanan agung
yang dihadiri oleh Raden Tambranegara ke
Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka
diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten
Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
dan menjadi Kabupaten Pati itu pada bulan Juli dan
Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang
baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli,
7 Agustus dan 14 Agustus 1323.
Kemudian diadakan seminar pada tanggal 28
September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati yang
dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat
Kabupaten Pati, para guru sejarah SLTA se
Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen Fakultas Sastra
dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah
dan sepakat memutuskan bahwa pada tanggal 7
Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten
Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
menjadi Kabupaten Pati.
Tanggai 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI
KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal 31
Mei 1994, sehingga menjadi momentum HARI JADI
KABUPATEN PATI dengan surya sengkala ”
KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI ” yang
bermakna ” Dengan bekerja keras dan penuh do’a
kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan
kesejahteraan lahiriah dan batiniah “. Untuk itu
maka setiap tanggal 7 Agustus 1323 yang
ditetapkan dan diperingati sebagai ” HARI JADI
KABUPATEN PATI “.
Jawa Tengah yang terletak di sebelah barat
kabupaten Kudus dan Jepara, kabupaten Rembang
disebelah timurnya, serta kabupaten Blora dan
Grobogan berada di sebelah selatannya. Selain itu,
disebelah utara juga berbatasan dengan Laut Jawa.
Dengan kondisi geografis yang sebagian besar
merupakan dataran rendah membuat kabupaten
pati kaya akan hasil taninya. Selain itu juga
terdapat rangkaian pegungungan kapur utara yang
membentang di bagian selatan perbatasan dengan
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
Kabupaten yang terkenal dengan produksi
kacangnya ini ternyata mempunyai sejarah yang
menarik. Sejarah Kabupaten Pati berpangkal
tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada
Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah
disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1971
yaitu Gambar yang berupa: “KERIS RAMBUT
PINUTUNG DAN KULUK KANIRAGA”. Menurut cerita
rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada
kitab Babat Pati dan kitab Babat lainnya dua
pusaka yaitu “KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN
KULUK KANIRAGA” merupakan lambang kekuasan
dan kekuatan yang juga merupakan simbul
kesatuan dan persatuan. Barangsiapa yang
memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu
menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau
Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut
adalah Raden Sukmayana penggede Majasemi
andalan Kadipaten Carangsoka.
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1292
Masehi di Pulau Jawa vakum penguasa
pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran
mulai runtuh, Kerajaan Singasari surut, sedang
Kerajaan Majapahit belum berdiri. Di Pantai utara
Pulau Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian
Timur muncul penguasa lokal yang mengangkat
dirinya sebagai adipati, wilayah kekuasaannya
disebut kadipaten.
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu yaitu. 1.
Penguasa Kadipaten Paranggaruda, Adipatinya
bernama Yudhapati, wilayah kekuasaannya
meliputi sungai Juwana ke selatan, sampai
pegunungan Gamping Utara berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Grobogan. Mempunyai putra
bernama Raden Jasari. 2. Penguasa Kadipaten
Carangsoka, Adipatinya bernama: Puspa
Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi utara
sungai Juwana sampai pantai Utara Jawa Tengah
bagian timur. Adipati Carangsoka mempunyai
seorang putri bernama Rara Rayungwulan.
Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai,
saling menghormati dan saling menghargai untuk
melestarikan kerukunan dan memperkuat tali
persaudaraan, Kedua adipati tersebut bersepakat
untuk mengawinkan putra dan putrinya itu. Utusan
Adipati Paranggaruda untuk meminang Rara
Rayungwulan telah diterima, namun calon
mempelai putri minta bebana agar pada saat
pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan
dengan pagelaran wayang dengan dalang kondang
yang bernama “Sapanyana”.
Untuk memenuhi bebana itu, Adipati Paranggaruda
menugaskan penggede kemaguhan bernama
YuyurumpungKadipaten Carangsoka dengan cara
menguasai dua pusaka milik Sukmayana di
Majasemi. Dengan bantuan uSondong Majerukn
kedua pusaka itu dapat dicurinya namun sebelum
dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung,
dapat direbut kembali oleh Sondong Makerti dari
Wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas dalam
perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan Pusaka
itu diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana.
Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan
memiliki dua pusaka itu gagal. agul-agul
Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya,
lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan
kewibawaan
Walaupun demikian Yuyurumpung tetap
melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang
Sapanyana agar perkawinan putra Adipati
Paranggaruda tidak mangalami kegagalan (berhasil
dengan baik).
Pada Malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi)
perkawinaan dapat diselenggarakan di Kadipaten
Carangsoka dengan Pagelaran Wayang Kulit oleh Ki
Dalang Sapanyana. Di luar dugaan pahargyan baru
saja dimulai, tiba-tiba mempelai putri
meninggalkan kursi pelaminan menuju ke
panggung dan seterusnya melarikan diri bersama
Dalang Sapanyana. Pahargyan perkawinan antara ”
Raden Jasari ” dan ” Rara Rayungwulan ” gagal
total.
Adipati Yudhapati merasa dipermalukan, emosi tak
dapat dikendalikan lagi. Sekaligus menyatakan
permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan
peperangan tidak dapat dielakkan. Raden
Sukmayana dari Kadipaten CarangsokaAdipati
Paranggaruda, Yudhapati dan putera lelakinya
gugur dalam palagan membela kehormatan dan
gengsinya. mempimpin prajurit Carangsoka,
mengalami luka parah dan kemudian wafat. Raden
Kembangjaya (adik kandung Raden Sukmayana)
meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh
Dalang Sapanyana, dan yang menggunakan kedua
pusaka itu dapat menghancurkan prajurit
Paranggaruda.
Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden
Kembangjaya dikawinkan dengan Rara
Rayungwulan kemudian diangkat menjadi
pengganti Carangsoka. Sedang dalang Sapanyana
diangkat menjadi patihnya dengan nama ”
Singasari“.
Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan
memajukan pemerintahan di wilayahnya Adipati
Raden Tambranegara memindahkan pusat
pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula
berada di desa Kemiri menuju ke arah barat yaitu,
di desa Kaborongan, dan mengganti nama
Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di
desa Sidateka, wilayah Kabupaten Majakerta yang
tersimpan di musium Trowulan. Prasasti itu
terdapat pada delapan Lempengan Baja, dan
bertuliskan huruf Jawa kuna. Pada lempengan yang
keempat antara lain berbunyi bahwa : ….. Raja
Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya
dengan ABHISEKA WIRALANDA GOPALA pada
tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya
yang setia dan berani bernama DYAH MALAYUDA
dengan gelar RAKAI, Pada saat pengumuman itu
bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri
dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian
Timur termasuk Raden Tambranegara berada di
dalamnya.
Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah
kekuasaan para Adipati itu dengan memberi status
sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para
Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan Upeti
berupa bunga.
Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir
dalam pisuwanan agung di Majapahit itu terdapat
juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh
K.M. Sosrosumarto dan S.Dibyasudira, diterbitkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh
Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi :
….. Tan alami pajajaran kendhih, keratonnya ing
tanah Jawa angalih Majapahite, ingkang jumeneng
ratu, Brawijaya ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik
wasta, putra Jaka Suruh, Kyai Ageng Pathi nama,
Raden Tambranegara sumewa maring Keraton
Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran
kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu pindah ke
Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah
Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik namanya, putranya
Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng Pati, yang
bernama Tambranegara menghadap ke
Majalengka, yaitu Majapahit.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden
Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam
pisowanan agung di Majapahit. Pisowanan agung
yang dihadiri oleh Raden Tambranegara ke
Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka
diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten
Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
dan menjadi Kabupaten Pati itu pada bulan Juli dan
Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang
baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli,
7 Agustus dan 14 Agustus 1323.
Kemudian diadakan seminar pada tanggal 28
September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati yang
dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat
Kabupaten Pati, para guru sejarah SLTA se
Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen Fakultas Sastra
dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah
dan sepakat memutuskan bahwa pada tanggal 7
Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten
Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
menjadi Kabupaten Pati.
Tanggai 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI
KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal 31
Mei 1994, sehingga menjadi momentum HARI JADI
KABUPATEN PATI dengan surya sengkala ”
KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI ” yang
bermakna ” Dengan bekerja keras dan penuh do’a
kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan
kesejahteraan lahiriah dan batiniah “. Untuk itu
maka setiap tanggal 7 Agustus 1323 yang
ditetapkan dan diperingati sebagai ” HARI JADI
KABUPATEN PATI “.