PASAR PATI
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
PASAR PATI

Kumpulan semua warga pati dan sekitarnya untuk menjalin persahabatan

Pencarian
 
 

Display results as :
 


Rechercher Advanced Search

Login

Lupa password?



RSS feeds

Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Statistics
Total 38 user terdaftar
User terdaftar terakhir adalah enjelins

Total 2237 kiriman artikel dari user in 567 subjects

You are not connected. Please login or register

Sejarah Runtuhnya Kerajaan Majapahit Part XII

Go down  Message [Halaman 1 dari 1]

whotte2


Admin

Majapahit kebobolan luar dalam. Majapahit
benar-benar tidak pernah menyangka akan hal
itu. Begitu persediaan bahan pangan menipis,
dari hari kehari, pelan namun pasti, pasukan
Majapahit terpukul mundur!
Mendengar pasukan Majapahit terdesak, Kepala
Pasukan Bhayangkara, yaitu Pasukan Khusus
Pengawal Raja, segera mengamankan Prabhu
Brawijaya. Keadaan sudah sedemikian genting dan
Sang Prabhu, mau tidak mau, harus segera
meloloskan diri. Ini harus dilakukan secepatnya,
karena untuk menyatukan kembali kekuatan
tentara Majapahit kelak, sosok Prabhu Brawijaya,
masih dibutuhkan!
Dengan dikawal Pasukan Bhayangkara, Prabhu
Brawijaya segera keluar dari Istana. Pasukan
Bhayangkara memutuskan agar Sang Prabhu
menyelamatkan diri ke Pulau Bali. Pulau yang
kondusif untuk saat ini.
Ditengah kekacauan itu, Dewi Anarawati, diam-
diam dibawa oleh pasukan Islam ke Gresik. Putra
bungsu Dewi Anarawati, Raden Gugur yang masih
kecil, diselamatkan oleh pasukan Ponorogo dan
dibawa ke Kadipaten Ponorogo.
Dan pada akhirnya, Majapahit bisa dijebol.
Seluruh Istana dirusak dan dibakar!. Perusakan
terjadi dimana-mana. ( Maka jangan heran,
sampai sekarang bekas Istana Majapahit yang
terkenal di Nusantara itu, musnah tak berbekas. :
Damar Shashangka
)
Dan pada akhirnya, terjadilah tragedi
kemanusiaan yang sampai sekarang ‘ditutupi’.
Perang yang semula melibatkan dua kekuatan
militer Majapahit dan Demak, kini merembet
menjadi perang sipil. Mereka yang merasa diatas
angin, kini menjadi sosok malaikat maut.
Pertumpahan darah terjadi. Masyarakat Majapahit
yang masih memegang keyakinan lama,
berhadapan secara frontal dengan mereka yang
telah berpindah keyakinan.
Dimana-mana, situasi anarkhis terjadi. Dimana-
mana dua kubu ini bentrok. Dimana-mana
kekacauan merajalela. Jawa dalam situasi chaos!
Ibu pertiwi menangis. Ibu pertiwi terluka. Putra-
putranya kini tengah saling menumpahkan darah
hanya karena disalah satu pihak tengah dilanda
‘ketidak sadaran’.
Akibat tragedi yang mencerabut segala sendi-
sendi masyarakat Majapahit ini, bangunan-
bangunan indah dari Kerajaan Agung Majapahit,
musnah tak berbekas! Majapahit yang terkenal
sebagai Macan Asia, ludes dibabat habis. Di Jawa
Timur, Majapahit seolah-olah hanya sebuah mitos
belaka, karena banyak peninggalan dari jaman
keemasan Nusantara ini, hancur karena
kepicikan.
Hanya sedikit yang tersisa. Dan yang sedikit itulah
yang masih bisa kita saksikan hingga sekarang.
Eksodus besar-besaran terjadi. Para Agamawan,
Para Bangsawan dan rakyat yang tetap memegang
teguh keyakinannya, menyingkir ketempat-tempat
yang dirasa aman. Kebanyakan menyeberang ke
Bali, Kalimantan dan Lombok.
Ada seorang putri selir Prabhu Brawijaya yang
melarikan diri bersama sisa-sisa prajurid
Majapahit dan beberapa penduduk. Dia bernama
Dewi Rara Anteng. Bersama suaminya Raden Jaka
Seger, dia menyingkir ke pegunungan Bromo.
Sampai sekarang keturunan mereka masih ada
disana, dikenal dengan nama suku Tengger.
Diambil dari nama Dewi Rara An-TENG dan Raden
Jaka Se-GER. Diwilayah pegunungan Bromo,
pasukan Demak memang tidak bisa menjangkau.
Medannya cukup sulit dan terisolir. (Suku Tengger
baru membuka diri pada jaman pemerintahan
Presiden Soekarno. Ketika disensus dan
ditanyakan apa agama mereka, mereka
menyatakan beragama Budo. Padahal ritual yang
mereka jalankan lebih dekat ke agama Hindhu
dari pada agama Buddha. Para petugas sensus
tidak tahu, istilah Hindhu memang tidak dikenal
pada jaman Majapahit. Yang terkenal adalah
agomo Siwo Budo atau hanya disebut wong Budo
saja. : Damar Shashangka
).
Dengan dikawal oleh Pasukan Bhayangkara dan
beberapa kesatuan pasukan yang tersisa, Prabhu
Brawijaya menyingkir ke arah timur. Dan untuk
sementara, beliau tinggal di Blambangan. Adipati
Blambangan, memperkuat barisan pasukan ini.
Dan tak hanya itu, para penduduk Blambangan-
pun dengan suka rela ikut menggabungkan diri.
Mereka benar-benar melindungi Prabhu Brawijaya
ekstra ketat. Mereka siap tempur di Blambangan.
Keadaan darurat diberlakukan.
Selama ada di Blambangan, Prabhu Brawijaya
terus terusik batinnya. Raden Patah, yang biasa
beliau banggil dengan nama Patah itu, ternyata
telah tega melakukan ini semua. Kebaikan beliau
selama ini dibalas dengan racun. Sabdo Palon dan
Naya Genggong menabahkan hati Sang Prabhu.
Nasi sudah menjadi bubur. Tidak patut disesali
lagi.
Kini, saatnya untuk menata kembali yang tersisa.
Dan untuk tujuan itu, Prabhu Brawijaya harus
menyeberang ke Pulau Bali.
RUNTUHNYA MAJAPAHIT
Sirna Ilang Kerthaning Bhumi
Atas perintah Raden Patah, Senopati Demak
Bintara Sunan Kudus menemui Adipati Terung,
adik kandung Raden Patah dengan membawa
pasukan Demak Bintara. Adipati Terung di
ultimatum agar menyerah, atau dihancurkan.
Adipati Terung dalam dilema. Pada akhirnya, dia
menyatakan 'menyerah' kepada Demak Bintara.
Beberapa minggu kemudian, Raden Patah datang
dari Demak untuk melihat langsung kemenangan
pasukannya. Raden Patah meminta semua
laporan dari kepala pasukan Demak. Diketahui
kemudian, Prabhu Brawijaya berhasil meloloskan
diri. Pasukan Bhayangkara Majapahit atau
Pasukan Khusus Pengawal Raja, memang terkenal
lihai melindungi junjungan mereka. Tak ada
satupun kepala pasukan Demak yang mengetahui
bagaimana Pasukan Bhayangkara bisa menerobos
kepungan rapat Pasukan Islam dan kearah mana
mereka membawa Sang Prabhu pergi.
Raden Patah segera menyebar pasukan mata-
mata untuk melacak keberadaan Sang Prabhu.
Dan Raden Patah sendiri segera melanjutkan
perjalanan untuk bertandang ke Pesantren Ampel
di Surabaya. Dia hendak mengabarkan
kemenangan besar ini kepada janda Sunan
Ampel.
Di Surabaya situasi anarkhis-pun merajalela. Nyi
Ageng Ampel, begitu mendengar lapor?an Raden
Patah, marah! Dengan tegas beliau menyatakan,
apa yang dilakukan Raden Patah adalah sebuah
kesalahan besar. Dia telah berani melanggar
wasiat gurunya sendiri, Sunan Ampel, yang
mewasiatkan sebelum beliau wafat, melarang
orang-orang Islam merebut tahta Majapahit. Dan
juga, Raden Patah telah berani melawan seorang
Imam yang sah, seorang Umaro' tidak seharusnya
dilawan tanpa ada alasan yang jelas. Dan yang
ketiga, Raden Patah telah berani durhaka kepada
ayah kandungnya sendiri yang telah melimpahkan
segala kebaikan bagi dirinya serta orang-orang
Islam.Nyi Ageng Ampel menangis. Raden Patah terketuk
hati nuraninya, dia ikut mencucurkan air mata.
Didepan Nyi Ageng Ampel, Raden Patah mencium
kaki beliau, menangis, menyesali perbuatannya.
Dengan berurai air mata, Raden Patah meminta
solusi kepada Nyi Ageng Ampel. Dan Nyi Ageng
Ampel memerintahkan kepadanya untuk segera
mencari keberadaan Prabhu Brawijaya. Dan
apabila sudah diketemukan, seyogyanya, Prabhu
Brawijaya dikukuhkan kembali sebagai seorang
Raja.
Mendengar perintah itu, secara emosional Raden
Patah berniat mencari ayahandanya sendiri
bersama beberapa orang prajurid Demak. Tapi
Nyi Ageng Ampel mencegahnya. Dalam situasi
anarkhis seperti ini, tidak memungkinkan bagi dia
untuk mencari beliau sendiri. Dikhawatirkan, akan
terjadi kesalah pahaman. Dan sekarang, dimata
Prabhu Brawijaya, dirinya dan seluruh umat Islam
yang menyokong pergerakan pasukan Demak,
tidak mungkin dipercaya lagi.
Jalan keluar yang terbaik adalah, meminta
bantuan Sunan Kalijaga atau Syeh Siti Jenar untuk
mewakili dirinya, mencari Prabhu Brawijaya dan
apabila sudah bisa ditemukan, memohon kepada
Prabhu Brawijaya agar kembali ke Majapahit.
Sudah bukan rahasia lagi dikalangan Istana, dua
ulama besar ini tidak terlibat dalam penyerangan
Majapahit.
Karena Syeh Siti Jenar, baru saja disidang oleh
Dewan Wali Sangha yang mengakibatkan
hubungan beliau dengan Para Wali sekaligus
dengan Raden Patah dalam situasi yang tidak
mengenakkan, maka Raden Patah memutuskan
untuk mengirim pasukan khusus menemui Sunan
Kalijaga.
Sunan Kalijaga, dimohon menghadap ke
Pesantren Ampel atas permintaan Nyi Ageng
Ampel dan Raden Patah.
Beberapa hari kemudian, Sunan Kalijaga datang
ke Surabaya. Beliau waktu itu berada di Demak
Bintara, memfokuskan diri memimpin
pembangunan Masjid Demak.
Sunan Kalijaga, Nyi Ageng Ampel dan Raden
Patah, terlibat perundingan yang serius. Dan pada
akhirnya, Sunan Kalijaga menyetujui untuk
mengemban tugas mulia itu.
Beberapa hari kemudian, laporan dari pasukan
mata-mata Demak Bintara diterima Raden Patah.
Diketahui, ada konsentrasi besar pasukan
Majapahit diwilayah Blambangan. Diketahui pula,
Prabhu Brawijaya ada disana. Ada kabar terpetik,
Prabhu Brawijaya hendak menyeberang ke pulau
Bali.
Mendapati informasi yang dapat dipercaya seperti
itu, Sunan Kalijaga, diiringi beberapa santrinya,
segera berangkat ke Blambangan. Dia siap
mengambil segala resiko yang bakal terjadi.
Dengan memakai pakaian rakyat sipil yang tidak
mencolok mata, demi untuk menghindari kesalah
pahaman, dia berangkat. Disetiap daerah yang
dilalui, Sunan Kalijaga beserta rombongan melihat
pemandangan yang memilukan. Kekacauaan ada
dimana-mana. Penduduk yang masih memegang
keyakinan lama, bentrok dengan penduduk yang
sudah mengganti keyakinannya.Korban
berjatuhan. Nyawa melayang karena kepicikan.
Rombongan ini harus pandai-pandai memilih
jalan. Kadangkala memutar kalau dirasa perlu.
Mereka sengaja menghindari tempat keramaian.
Mereka lebih memilih menerobos hutan belantara
demi menjaga keamanan.
Dan, manakala mereka sudah tiba di
Blambangan, Sunan Kalijaga, menunjukkan
statusnya. Dengan mengibarkan bendera putih
tanda gencatan senjata, dia memasuki kota
Blambangan yang mencekam.
Para prajurid Majapahit terkejut melihat ada
serombongan kecil orang-orang muslim memasuki
kota Blambangan. Mereka mengibarkan bendera
putih. Mereka bukan tentara. Mereka tidak
bersenjata. Serta merta, kedatangan mereka
dihadang oleh pasukan Majapahit. Dan mereka
tidak diperkenankan memasuki kota. Prajurid
Majapahit, siap tempur.
Namun, Sunan Kalijaga menunjukkan siapa
dirinya. Dia meminta kepada kepala prajurid agar
menyampaikan pesan kepada Prabhu Brawijaya,
bahwasanya dia, Raden Sahid atau Sunan
Kalijaga, datang sebagai duta dan memohon
menghadap.
Ketegangan terjadi. Rombongan kecil ini diujung
tanduk. Nyawa mereka terancam. Namun mereka
yakin, prajurid Majapahit bisa membedakan,
mana musuh dalam medan laga dan mana
musuh dalam status duta. Mereka tidak akan
berani mencelakai seorang duta.
Ketegangan sedikit mencair manakala ada pesan
dari Sang Prabhu yang mengabulkan permohonan
Sunan Kalijaga untuk menghadap kepada beliau.
Prabhu Brawijaya tahu bagaimana menghormati
seorang duta. Prabhu Brawijaya-pun tahu dari
laporan para pasukan Sandhi (Intelejen) bahwa
Sunan Kalijaga bersama para pengikutnya, tidak
ikut melakukan penyerangan ke Majapahit.
Sunan Kalijaga beserta rombongan bisa bernafas
lega. Mereka segera menghadap Prabhu
Brawijaya dengan pengawalan yang sangat ketat
sekali. Sembari memegang persenjataan lengkap
dan siap digunakan, para prajurid Bhayangkara
menyambut kedatangan Sunan Kalijaga. Mereka
mengapitnya. Sunan Kalijaga diperkenankan
masuk. Beberapa santrinya disuruh menunggu
diluar.
Prabhu Brawijaya, didampingi para penasehat
beliau yang terdiri dari para Pandhita Shiva dan
Wiku Buddha, juga Sabdo Palon dan Naya
Genggong, nampak telah menunggu kedatangan
Sunan Kalijaga. Begitu ada dihadapan Sang
Prabhu, Sunan Kalijaga menghaturkan hormat.
Prabhu Brawijaya menanyakan maksud
kedatangan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga
mengatakan bahwa dia adalah duta Raden Patah
sekaligus Nyi Ageng Ampel. Sunan Kalijaga
menceritakan segalanya dari awal hingga akhir.
Bahkan dia menceritakan pula kondisi Majapahit.
Prabhu Brawijaya meneteskan air mata
mendengar banyak penduduk yang harus
meregang nyawa karena kepicikan, mendengar
Keraton megah kebanggaan Nusantara dibumi
hanguskan, mendengar tempat-tempat suci
hancur rata dengan tanah.
Seluruh yang hadir merasa sedih, marah, geram,
semua bercampur aduk menjadi satu.
Dan manakala Sunan Kalijaga mengahturkan
tujuan sebenarnya dia menjadi duta, yaitu agar
Prabhu Brawijaya berkenan kembali memegang
tampuk pemerintahan di Majapahit, seketika
ssemua yang hadir memincingkan mata.Seolah
mendengarkan kalimat yang tidak bisa dicerna.Prabhu Brawijaya tercenung. Beliau meminta
nasehat. Beberapa penasehat mengusulkan agar
hal itu tidak dilakukan, karena sama saja
menerima suatu penghinaan. Dinasti Majapahit,
bisa kembali berkuasa hanya karena kebaikan
hati orang-orang Islam. Tidak hanya itu saja,
wibawa Sang Prabhu akan jatuh dimata para
pendukungnya. Tidak ada artinya tahta yang
diperoleh dari belas kasihan musuh. Masyarakat
Majapahit akan memandang rendah pemimpin
mereka yang mau menerima tahta seperti itu.
Selama ini, Raja-Raja Majapahit, tidak pernah
melakukan itu. Bila wibawa Sang Prabhu telah
jatuh, dengan sendirinya, para pengikut Sang
Prabhu akan berani juga bermain-main dengan
Sang Prabhu kelak. Hukum tidak akan dipatuhi.
Para pembangkang akan muncul dimana-mana
bak jamur tumbuh dimusim penghujan. Dan lagi,
apakah Sang Prabhu tidak malu menerima tahta
dari anaknya sendiri?
Sebaiknya Sang Prabhu tidak menerima tawaran
itu.
Sang Prabhu menghela nafas.
Sunan Kalijaga mohon bicara. Apabila memang
Sang Prabhu tidak mau menerima tahta Majapahit
dari tangan Raden Patah, maka seyogyanya Sang
Prabhu mempertimbangkan kembali jika hendak
mendapatkannya dengan jalan merebut. Sebab,
bila hal itu sampai terjadi, tidak bisa
dibayangkan, tanah Jawa akan banjir darah.
Dukungan kekuatan militer bagi Sang Prabhu akan
datang dari segenap pelosok Nusantara, tidak
bakalan tanggung-tanggung lagi. Jawa akan
semakin membara bila seluruh Nusantara akan
bangkit. Pembunuhan yang lebih besar dan
mengerikan akan terjadi.
Sang Prabhu Brawijaya bagaikan disodori buah
simalakama, dimakan mati tidak dimakan pun
mati.
Sejenak, Sang Prabhu berunding dengan para
penasehat beliau yang terdiri dari para ahli
hukum dan agamawan. Sejurus kemudian, beliau
menyatakan kepada Sunan Kalijaga hendak
merundingkan hal ini dengan para penasehat
lebih dalam lagi. Dan Sunan Kalijaga
diperbolehkan menghadap esok hari lagi. Sunan
Kalijaga dan seluruh rombongannya diberikan
tempat bermalam, dengan pengawalan ketat.
Keesokan harinya, Sunan Kalijaga dipanggil
menghadap. Prabhu Brawijaya memutuskan,
untuk menghindari pertumpahan darah yang
lebih besar lagi, beliau tidak akan mengadakan
gerakan perebutan tahta kembali. Lega Sunan
Kalijaga mendengarnya.
Namun apa yang akan dilakukan Sang Prabhu
agar seluruh putra-putra beliau mau merelakan
tahta diduduki Raden Patah? Begitu Sunan
Kalijaga meminta kejelasan langkah selanjutnya.
Sang Prabhu mengatakan, beliau akan
mengeluarkan maklumat kepada seluruh putra-
putra beliau untuk bersikap sama seperti dirinya.
Untuk berjiwa besar memberikan kesempatan
bagi Raden Patah memegang tampuk kekuasaan.
Terutama kepada keturunan beliau di Pengging,
maklumat ini benar-benar harus dipatuhi. Semua
sudah paham, yang berhak mewarisi tahta
Majapahit sebenarnya adalah keturunan di
Pengging.
Kini, Sang Prabhu yang mempertanyakan jaminan
kebebasan beragama kepada Sunan Kalijaga,
apakah Demak Bintara bisa memberikan wilayah-
wilayah otonomi khusus bagi para penguasa
daerah yang mayoritas masyarakatnya tidak
beragama Islam? Bisakah Demak Bintara sebijak
Majapahit dulu? Bukankah keyakinan yang dianut
Raden Patah menganggap semua yang diluar
keyakinan mereka adalah musuh?
Sunan Kalijaga terdiam. Dan setelah berfikir
barang sejenak, Sunan Kalijaga betjanji akan ikut
andil menentukan arah kebijakan pemerintahan
Demak Bintara. Dan itu berarti, mulai saat ini, dia
harus ikut terjun kedunia politik. Dunia yang
dihindarinya selama ini ( Tahta Kadipaten Tuban
yang diserahkan kepadanya, dia berikan kepada
Raden Jaka Supa, suami adiknya Dewi Rasa
Wulan : Damar Shashangka
).
Prabhu Brawijaya bernafas lega. Dia percaya pada
sosok Raden Sahid atau Sunan Kalijaga ini.
Sunan Kalijaga menambahkan, Sang Prabhu
seyogyanya kembali ke Trowulan. Tidak usah
meneruskan menyeberang ke pulau Bali. Sebab
dengan adanya Sang Prabhu di Trowulan, para
putra dan masyarakat tahu kondisi beliau. Tahu
bahwasanya beliau baik-baik saja. Sehingga
seluruh pendukung beliau akan merasa tenang.
Kembali Sang Prabhu berunding dengan para
penasehat sejenak Kemudian beliau memeberikan
jawaban.
Ada beliau di Trowulan ataupun tidak, stabilitas
negara sepeninggal beliau tergulingkan dari tahta,
mau tidak mau, tetap akan terganggu. Karena
para pendukung beliau pasti juga banyak yang
belum bisa menerima pemberontakan Raden
Patah ini. Namun, jika tidak ada komando khusus
dari beliau, hal itu tidak akan menjadi sebuah
kekacauan yang besar. Pembangkangan daerah
per daerah pasti terjadi. Tapi, Sang Prabhu
menjamin, tanpa komando beliau, penyatuan
kekuatan Majapahit dari daerah per daerah tidak
bakalan terjadi. Dan, beliau tidak perlu pulang ke
Trowulan.
Sunan Kalijaga resah. Bila Sang Prabhu ke Bali,
Sunan Kalijaga takut beliau akan berubah pikiran
begitu melihat betapa militan-nya para
pendukung beliau disana. Mau tidak mau, Prabhu
Brawijaya harus bisa diusahakan pulang ke
Trowulan. Sunan Kalijaga memutar otak.
Sunan Kalijaga tahu, hati Prabhu Brawijaya sangat
lembut. Dan kini, Sunan Kalijaga akan berusaha
mengetuk kelembutan hati beliau. Sunan Kalijaga
memberikan gambaran betapa mengerikannya
jika para pendukung beliau benar-benar siap
melakukan gerakan besar. Tidak ada jaminan bagi
Sang Prabhu sendiri bahwa beliau tidak akan
berubah pikiran bila tetap meneruskan perjalanan
ke Bali. Sunan Kalijaga memohon, Prabhu
Brawijaya harus mengambil jarak dengan para
pendukung beliau. Nasib rakyat kecil dalam hal ini
dipertaruhkan. Mereka harus lebih diutamakan.

Kembali Ke Atas  Message [Halaman 1 dari 1]

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik